Sumber foto: @roundround.pottery

Dunia terus berkembang dari segala aspek, sehingga tuntutan terlihat sempurna menjadi salah satu cara untuk bertahan dalam sosial. Beberapa tahun belakangan ini tentu banyak sekali perubahan yang harus dijalankan akibat pandemi. Hal ini juga menggeser makna dari “sempurna” bagi setiap orang. Menerima diri, keadaan, bahkan benda yang tidak sejalan dengan keinginan kini kembali dipelajari secara perlahan.

Wabi-Sabi merupakan filosofi Jepang sebagai cara menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan. Berasal dari dua kata yang disatukan, Wabi adalah kesedihan atau kepahitan, dan Sabi merupakan kemerosotan. Seiring berjalannya waktu arti Wabi-Sabi pun berkembang. Wabi dikaitkan dengan kesepian dan kesendirian sedangkan Sabi merupakan suatu yang ternoda atau berkarat akibat perkembangan alamiah. Dapat dikatakan Wabi-Sabi adalah apresiasi untuk kesederhanaan atau keadaan alami.