Kian hari, perkembangan industri kecantikan di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat pesat. Hal tersebut berhasil dibuktikan oleh Studi Kantar 2021 yang menyatakan bahwa pertumbuhan segmen kecantikan & perawatan pribadi di masa new normal VS covid outbreak meningkat sebesar 3%. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia juga menyatakan bahwa ada 797 industri kosmetik besar dan industri kecil dan menengah (IKM) di Indonesia di tahun 2020. Angka ini terlah meningkat dari 760 pada 2019. Namun, celakanya, di balik pertumbuhannya yang pesat, banyak yang tidak memerhatikan bahwa ada sisi lain yang ikut terdampak, yaitu potensi peningkatan sampah kemasan produk kecantikan dan kebiasaan konsumsi berlebihan konsumennya. 

Perilaku konsumtif berlebihan seperti mudah membeli dan berganti produk kecantikan yang didasari oleh trend atau diskon ini menimbulkan penumpukan barang di rumah yang tanpa disadari memengaruhi lingkungan. Dari survei mandiri Lyfe With Less tahun 2022 ditemukan bahwa 53% responden mengaku selalu membuang empties ke tempat sampah tanpa dipilah, bercampur dengan sampah rumah tangga. Sampahnya akan diangkut menuju Tempat Pembuangan Akhir dan menunggu terurai hingga puluhan tahun. Berbicara tentang masalah lingkungan, kita sering mendengar masalah fast fashion, namun belum banyak yang sadar bahwa industri kecantikan juga berpotensi menjadi fast beauty, yang sama meresahkannya dengan fast fashion